Rabu, 23 Agustus 2017

historigrafi kabupaten muna


HISTORIOGRAFI KABUPATEN  MUNA
(Oleh: Asri Anton {A1A1 14 123)
Pendahuluan
Historigrafi terbentuk dari dua akar kata yaitu history dan grafi.  Histori artinya sejarah dan grafi artinya tulisan. Jadi historiografi artinya adalah tulisan sejarah, baik itu yang bersifat ilmiah (problem oriented) maupun yang tidak bersifat ilmiah (no problem oriented).
 Historiografi mulai ada dan dikenal oleh manusia pada dasarnya sejak manusia mengenal tulisan atau ketika manusia memasuki zaman sejarah. Ketika manusia mengenal tulisan, pada dasarnya mereka sudah tumbuh kesadaran untuk menulis tentang jati dirinya sebagai manusia dalam keluarga dan hidup berbangsa bernegara.
Fakta-fakta sejarah adalah bagaikan kepingan-kepingan suatu botol yang pecah. Pecahan-pecahan itu berserakan dimana-mana. Oleh sejarawan kepingan-kepingan (fakta) itu dikumpulkan satu persatu lantas kemudian disusun kembali menjadi bentuk aslinya. Dalam penyusunan kepingan (fakta) tersebut, sejarawan tuangkan dalam bentuk tulisan atau cerita yang sering disebut dengan historiografi (penulisan sejarah).
Historiografi dan penulisan sejarah kabupaten muna sangat menarik untuk di kaji karena sejarah kabupaten muna berhubungan erat dengan sejara kabupaten buton baik dari segi bahasa, budaya, struktur pemerintahan dalam kerajaan banyak terdapat kesamaan. Hikayat “Assajaru Huliqa Daarul Bathniy Wa Daarul Munajat”(Hakikat Kejadian Negeri Buton dan Negeri Muna- Buku Tambaga ) mengisahkan bahwa Pulau Muna dan Pulau Buton berasal dari segumpal tanah yang muncul dari dasar laut yang ditandai dengan sebuah ledakan yang maha dasyat. Hikayat tersebut menceritakan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW. mengadakan rapat dengan para sahabat, tiba-tiba terdengar sebuah ledakan yang yang sangat keras hinga mengejutkan para sahabat yang lagi mengikuti rapat. Mendengar suara tersebut salah seorang sahabat bertanya pada Nabi Muhammad SAW. apa gerangan yang sedang terjadi. Pertanyaan sahabat itu dijawab oleh Nabi Muhammad SAW bahwasanya disebelah timur telah muncul dua buah Pulau ( Wuna & Buton ) yang mana penghuninya nantinya akan menjadi pemeluk agama Islam yang taat.
Olehnya itu diutuslah dua orang sahabat yakni Abdul Sukur dan Abdul Gafur untuk Mencari pulau dimaksud oleh Rasulullah SAW sekaligus menyebarkan agama islam di kedua pulau tersebut.



A.      Historiografi tertua kabupaten muna

 Jules Couvreur  adalah orang belanda beliau orang pertama yang menulis tentang sejarah dan kebudayaan kabupaten muna pada tahun 1935 dimana pada saat itu Jules Couvreur bekerja sebagai pegawai pemerintah colonial di Indonesia, beliau di tugaskan di pulau muna dan dia menjabat sebagai kontrolir (setingkat bupati) dari tahun 1933-1935.
                                                                                                                                               
Isi buku ini sangat menarik dan berguna untuk mengetahui sejarah Muna, karena cukup banyak topik yang dibahas, antaralain cerita tokoh-tokoh lama seperti Bheteno ne Tombula, Sugi Manuru dan Lakilaponto. Secara terperinci Couvreur menulis mengenai aspek kebudayaan Muna yang sudah tidak ada lagi,termasuk pemimpin lama seperti bhonto  bhalano, kapitalao dan mintarano bhitara. Kebudayaan Muna yang masih ada juga mendapat perhatian, termasuk adat perkawinan, hukum waris,pesta-pesta keluarga dan pesta-pesta kampung, kebiasaan padapembukaan ladang dan sebagainya. Sebagai lampiran terdapat peta kota Muna, gambaran pakaian adat, beberapa kutika dan pantun dalam bahasa Muna.
Semua informasi ini berdasarkan keterangan yang diperoleh Couvreur dari tokoh-tokoh masyarakat pada tahun 1930an. Dengan demikian terbitan ini merupakan sumber sejarah Muna yang terkemuka. buku tersebut ditulis dalam bahasa belanda,  kemudian buku tersebut diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Dr René van den Berg, dosen linguistik dan peneliti bahasa Muna yang berdomisili di Darwin, Australia. Pada tahun 2001

B.      Historiografi kabupaten muna tahun 2005­­
Historiografi yangditulis pada tahun 2005 dalam buku yang berjudul Dalam Lintas Sejarah yang di tulis DRS LA OBA. Didalam bukunya menyinggung tentang kehidupan masarakat muna dizaman prasejarah, dimana dalam pembahasanya membahas tentang kehidupan manusia purba di gua  situs liang kobori yang terdapat di kabupaten muna selain DRS LA OBA membahas pula tentang kekuasan belanda di pulau muna di dalam pembahasan ini ia menggaris bawahi bahwa kehadiran bangsa belanda di Sulawesi tengara disamping memperluas daerah jajahan juga mempunyai hasrat untuk mengembangkan ajaran agama mereka yaitu agama nasrani yang beraliran protestan  di dalam bukunya yang terdapat pada halaman 77   DRS LA OBA menulis bahwa semula Buton dan Muna merupakan suatu kerajaan yang bersaudara namun setelah itu mulai retak dengan latar belakang permainan politik adudomba oleh colonial belanda sehinga memmuncak menjadi permusuhan, dari permusuhan itu menjadi pertikaiyan dan pada akhirya muna mengakui kekuasaan kesultanan buton dan menerima kedatangan pemerintah colonial belanda’’(Dokumen, 1977:120).







C.      Historiografi kabupaten muna tahun 2007 sampaisekarang
Historiografi yangditulis pada tahun 2007 dimana pada tahun ini Rustam E Tamburaka, menulis sebuah buku yang berjudul Kebudayaan Sulawesi Tenggara, dalam bukunya Rustam E Tamburaka, menulis tentang terbentuknya kampong yang ada di pulau muna yaitu dimana  Sejarah peradaban manusia di muna dimulai ketika Sawerigading dan pengikutnya yang berjumlah 40 orang terdampar di suatu daratan di Pulau Muna yang saat ini di kenal dengan nama ‘Bahutara Sawerigading dan para pengikutnya, kemudian berbaur dengan penduduk yang telah dahulu menetap dan membentuk komunitas di Pulau Muna. Lama kelamaan komunitas itu berkembang. Sawerigading dan empat puluh pengkutnya di Daratan Muna telah membawa nuansa baru dalam pembangunan peradaban dalam kehidupan Orang Muna. Suatu waktu dipilihlah suatu pemimpin untuk memimpin komunitas itu. Pemimpin yang dipilih adalah yang dianggap sebagai primus intervares.                                                                                Sebelum terbentuknya kerajaan Muna, di Muna telah terbentuk delapan kampung. Walaupun masih sangat sederhana, kedelapan kampung yang telah terbentuk mengikat diri dalam sebuah ‘Union’ dengan mengangkat Mieno Wamelai sebagai pemimpin tertinggi. . Kedelapan kampung itu kemudian dibagi menjadi dua wilayah utama yang terdiri atas 4 kampung. Empat kampung pertama dipimpin oleh kamokula, terdiri atas:
  1. Tongkuno,pemimpinya bergelar Kamokulano Tongkuno
  2. Barangka,pemimpinnya bergelar Kamokulano Barangka
  3. Lindo, pemimpinnya bergelar Kamokulano Lindo
  4. Wapepi, pemimpinnya bergelar Kamokulano Wapepi
Sedangkan empat kampung lainnya dipimpin oleh mieno yakni:
  1. Kaura, pemimpinnya bergelar Mieno Kaura
  2. Kansitala,pemimpinnya Mieno Kasintala
  3. Lembo,pemimpinnya bergelar Mieno Lembo
  4. Ndoke. Pemimpinnya bergelar Mieno Ndoke     
Rustam E Tamburaka juga menulis raja raja yang memerintah di kerajaan muna yaitu :
  1.        La Eli alias Baidhuldhamani Gelar Bheteno Ne Tombula,alias Remang Rilangiq (Menjadi Raja Luwuk Purba sebagai Soloweta Raja = Raja Pengganti di Kerajaan Luwuk Purba Menggantikan Sawerigading (1371 – 1395).
  2. La Patola/ La Aka / Kaghua Bangkano Fotu Gelar Sugi Patola ( 1395 – 1420).
  3. La Mbona Gelar Sugi Ambona ( 1420 – 1455)
  4. La Patani gelar Sugi Patani ( 1455 – 1470)
  5. Sugi La Ende (1470-1501)
  6. Sugi Manuru gelar Omputo Mepasokino Adhati( 1501-1517)
  7. Lakilaponto Alias Murhum di Buton atau La Tolaki di Kendari ( 1517 -1520), Menjadi Sultan Buton I dengan nama Sultan Kaimuddin Khalifatul Khamis (1520-1564)
  8. La Posasu gelar Kobangkuduno ( 1520-1551).
  9. Rampeisomba gelar Karawawono ( 1551-1600).
  10. Titakono ( 1600- 1625 )
  11. La Ode Sa’adudin ( 1625-1626 )
  12. La Ode Ngkadiri gelar Sangia Kaindea ( 1626-1667)
  13. Wa Ode Wakelu ( 1667-1668).
  14. La Ode Muh. Idris. (Soloweta Raja 1668-1671).
  15. La Ode Abd. Rahman gelar Sangia Latugho ( 1671-1716 )
  16. La Ode Husaini gelar Omputo Sangia ( 1716-1758, 1764-1767)
  17. La Ode Pontimasa Kapitalao Wolowa di Buton(Soloweta Raja)( 40 hari )
  18. La Ode Kentu Koda gelar Omputo Kantolalo (1758-1764 )
  19. La Ode Umara gelar Omputo Nigege
  20. La Ode Mursali gelar Sangia Gola
  21. La Ode Tumowu Kapitalao Lakologou di Buton (Soloweta Raja)
  22. La Ode Ngkumabusi (Soloweta Raja)
  23. La Ode Sumaeli gelar Omputo Nisombo
  24. La Ode Saete gelar Omputo Sorano Masigi ( 1816-1830 )
  25. La Ode Malei (Soloweta Raja)
  26. La Ode Bulae gelar Sangia Laghada (1830-1861 )
  27. La Ode Ali gelar Sangia Rahia ( Soloweta Raja 1861-1864 )
  28. La Aka Alias Yaro Kapala (Bhonto Balano / Perdana Mentri Merangkap Raja Wuna 1864-1866)
  29. La Ode Ngkaili ( 1866-1906)
  30. La Ode Ahmad Maktubu gelar Omputo Milano we Kaleleha (1906 – 1914)
  31. La Ode Pulu (1914-1919)
  32. La Ode Safiu gelar Oputa Motembana Karoona / Oputa Moilana Yi Waara ( 1919-1922), Sultan Buton ke 36 (1922-1924)
  33. La Ode Rere gelar Omputo Aro Wuna (1926-1928 )
  34. La Ode Dika gelar Omputo Komasigino ( 1930- 1938 ). 1938-1947 terjadi Kekosongan kekuasaan di Kerajaan Muna
  35. La Ode Pandu gelar Omputo Milano te Kosundano ( 1947-1956)
  36. La Ode Sirad Imbo (Pelaksana Sementara) (2012-Sekarang)
  37. La Ode Rere
  38. La Ode Abadi Rere
                 . Menurut pakar hukum Belanda Prof. Van Vollen Hoven, dikutip Prof. Ter Haar Ahli Hukum Adat Indonesia, menjelaskan bahwa dalam jazirah Tenggara Sulawesi hanya ada satu suku, yaitu suku Muna yang disejajarkan dengan suku-suku lain yang ada di Indonesia. Di Muna ada tiga golongan masyarakat adat, yaitu kaomu, walaka dan maradika. Ketiga golongan ini menurut Arowuna Laode Rere adalah keturunan dari raja Muna Sugimanuru, yang mana satu sama lain tidak dipertentangkan karena merupakan satu kesatuan yang diibaratkan kerangka manusia terdiri dari kepala (kaomu), perut (walaka) dan kaki (maradika). Ketiganya masing-masing mempunyai fungsi untuk membentuk manusia seutuhnya.
Eksistensi buku ini sejatinya tidak dimaksudkan untuk menghujat, namun lebih dari itu menjadikan sebuah nilai sejarah untuk pelajaran kepada kita semua, khususnya masyarakat Muna dan Buton untuk kepentingan pembangunan kedepan.
D.    Historiografi Kabupaten Muna Kontrofersial


Dalam buku yang di tulis Jules Couvreur pada tahun 1935 yang berjudul  sejarah dan kebudayaan kabupaten muna terdapat beberapa kritikan Kritik yang pertama adalah bahwa buku ini mengandung banyak kekurangan dan bahkan kesalahan. Itu memang benar. Couvreur sendiri sudah mengakui hal itu.Maksud terbitan ini adalah terbitan yang bersejarah, supaya tulisan yang bernilai
itu jangan terkurung saja dalam beberapa perpustakaan dalam bahasa Belanda saja. Banyak orang Muna tidak tahu akan adanya buku ini, dan karena bahasa Belanda sudah jarang dipakai dan dimengerti di Indonesia, memang wajar dibuat terjemahan. Dengan demikian isi buku Couvreur tersedia bagi semua orang yang ingin tahu mengenai sejarah dan kebudayaan Muna sekitar seratus tahun yang lalu.

Kritikan selanjutnya adalah bahwa dalam bahan yang terdapat di sini ada fakta yang memalukan dan menyinggung perasaan orang. Mengapa hal-hal dari zaman dulu yang kurang bagus perlu lagi dibahas secara mendetail? Contohnya, adanya sistem perbudakan, perselisihan antara raja Muna dan kapitalao Lohia, hukuman mati atas pernikahan yang dilarang, adanya pasangan yang hidup bersama tanpa
pernikahan sah dan lain sebagainya. Semuanya ini mungkin terasa lebih baik didiamkan daripada dibongkar terang-terangan, seperti terjadi dalam buku ini.     Walau pun buku tersebut terdapat banyak kritikan namun buku yang ditulis Jules Couvreur adalah sebagai dasar para penulis buku tentang kabupaten muna

Prof. Dr. H. Anwar Hafid, M.Pd. mengutip Warsila, mensinyalir  pada saat ini Indonesia sedang menghadapi permasalahan disintegrasi bangsa yang diakibatkan beban history masa lalu. Menurut  Prof. Dr. H. Anwar Hafid, M.Pd,  sekurang-kurangnya ada tiga masalah yang harus segera dipecahkan, diantaranya problema historis yang berkaitan dengan konflik sosial, yakni berupa krisis ketika konflik-konflik masa lalu belum terselesaikan dan tertinggal (Warsilah, 2000 dalam H. Anwar Hafid,2013). Olehnya itu tantangan masa depan kita tehadap problema tersebut adalah bagaimana mengantisipasi gejala hegemoni kebudayaan, karena jika hal ini terjadi akan cenderung merelatifkan kebenaran (H. Anwar Hafid, 2013 ).
Masyarakat Sulawesi Tenggara pada dasarnya memiliki hubungan kekerabatan yang sangat erat antara satu etnik dengan etnik lainnya. Hubungan kekerabatan itu di mulai dari hubungan kawin mawin yang ditandai dengan perkawinan antara Wasitao ( etnik Tolaki ) Puteri Mbulada Raja Konawe dengan La Tiworo Raja Tiworo I anak dari Wa Bokeo ( entik muna ) sejak awal abad ke 14. Hubungan kekerabatan itu semakin meluas di hampir semua etnik setelah La Kilaponto alias Murhum alias La Tolaki alias Haluoleo putera Raja Wuna VII Sugi Manuru yang juga cicit Wasitao dengan La Tiworo menjadi Sultan Buton I dan keturunannya menurunkan sultan-sultan di Kesultanan Buton. Selain menurunkan sultan-sultan di Kesultanan Buton, La Kilaponto/Murhum/La Tolaki/ Haluoleo juga menikahi puteri Mokole Konawe yang bernama Anaway Ngguluri dan memiliki tiga orang puteri yang pada akhirnya berkembang biak di komunitas etnik Tolaki.
Olehnya itu tidak ada alasan bagi masyarakat Sulawesi Tenggara saat ini khususnya generasi muda nya  terpecah akibat perbedaan etnik karena hal itu ternyata adalah beban sejarah yang merupakan residu dari politik de vide et impera warisan  kolonialisme Belanda ( VOC ). Generasi muda harusnya menghapus sentimen stereotipe yang menyesatkan, seakan-akan “kami”  lebih baik dari “mereka”, karena sentiment stereotype tersebut dapat menimbulkan perpecahan diantara etnik. Hal itu didasari karena sejatinya masyarakat Sulawesi Tenggara adala memiliki hubungan kekerabatan yang sangat erat  atara satu etnik dengan etnik lainnya. Di dalam tubuh setiap orang dari berbagai etnik di Sulawesi Tenggara mengalir dari dari nenek moyang yang sama yakni La Tiworo dan wasitao.





















DAFTAR PUSTAKA
Rustam E Tamburaka, 2007, Sejarah dan Kebudayaan Sulawesi Tenggara, Badan Riset Daerah Sulawesi Tenggara
La Kimi Batoa, 1991, Sejarah Muna, CV Astri Raha
J.Couvreur,Rene Van Den Berg ,2001, Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna, Artha Wacana Pres mkm m km mmms Kupang
DRS LA OBA 2005 , Muna Dalam Lintas Sejarah, Sinyo M.P Bandung




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Guali